Saturday, September 21, 2013

R [ A S A ]

Bila rasa tidak ada apakah akan ada asa?.

Bila asa telah lenyap apa jadinya rasa?.

Rasa dan asa itu bagai kamu dan aku, satu.

Hanya kepada rasa saja pantas memberi asa.

Sebuah sebab dan akibat layaknya Hawa yang tercipta karena hadirnya sang Adam di Dunia.

Tak terpisahkan seperti lingkaran yang tak berujung, bisakah kau menuemukan ujungnya?

Itulah rasa dan asa yang berputar pada porosnya terus menurus, berkaitan dan kokoh.

Jangan kau pandang hina sebuah rasa yang menimbulkan sebuah asa dalam bongkah usaha.

Walau terhenti pada penantian, menanti dengan asa bersama rasa tetap istimewa.

Tapi jangan kira rasa itu hanya bermuara padamu.

Sulit diterka, begitu banyak hal yang menuntut rasa, dan kepadanyalah asa bermuara.

Jadi jangan sangka rasa ini sempurna kepadamu karena akupun tak mampu menerka.

Seperti bulan yang tak akan berdampingan dengan matahari.

Maka akan demikianlah aku kepadamu.

Karena tiba waktunya jika asa berpihak pada rasa berbeda maka demikianlah bulan menyadari bintanglah yang mendampinginya.

Aku menunggumu seperti dirimu menunggu hingga kapan rasa ini berpindah.

Namun bila tiba saat berpindah bukan aku berputus asa.

tapi rasaku menemukan ribaannya.

Sunday, September 1, 2013

BILA TUHAN DIAM?

Malam tepat pukul 20.48 WIB sejenak saya merenung, tidak untuk menjadi bijak namun untuk menilik apa yang telah terjadi pada kehidupan saya. Apa yang saya lakukan bukanlah proses intropeksi diri melainkan menapak kembali apa yang telah dikerjakan Tuhan dalam hidup saya hingga akhirnya saya bertanya sendiri bagaimana bila Tuhan memilih untuk diam?.
Saya mungkin terlahir dengan alasan kebobolan, Ibu saya pernah bercerita dahulu hanya menginginkan sepasang anak saja, tapi Tuhan berkehendak lain. Kalau saja Tuhan diam dan tidak medisain diri saya pasti saya tak lahir. Kelahiran saya pun menjadi anugerah dan benilai dimata-Nya, bagimana tidak apa yang terjadi dalam hidup saya sunggu luar biasa.
Saya dimanja oleh Almarhum Ayah saya hingga saya baru bisa membaca dikelas 3 SD ketika Ibu saya yang memegang tampuk status Ayah saya setelah beliau meninggal saat saya kelas 2 SD. Pun kalau Tuhan diam mungkin saya saat ini saya dan keluarga kecil saya menjadi orang yang penuh keputus-asaan tanpa sebuah harapan. Beranjak dikelas 5 SD saya mendapatkan ranking kelas walaupun saya tidak mendapatkan peringkat pertama, setidaknya ranking 5 adalah sebuah hadiah istimewa bagi Ibu saya dari anaknya yang baru bisa membaca dikelas 3 SD dan bisa membedakan "g" dan "ng" dikelas 3 SD akhir.
Walaupun saya tidak memiliki prestasi yang luar biasa saya (tidak bermaksud sombong) dapat digolongkan sebagai anak yang mampu mengikuti pelajaran dengan baik sampai akhirnya saya dipaksa oleh wali kelas 1 SMA untuk masuk ke jurusan IPA saat SMA. Sesungguhnya Ibu saya menginginkan demikian, tapi sebagai orang tua yang berprofesi sebagai guru beliau tentu mengutamakan minat anak sambil mengarahkan, karena sebenarnya saya ingin sekali masuk ke jurusan Bahasa tapi beliau arahkan masuk IPS, apapun itu saya mau asal tidak bertemu dengan pelajaran Fisika. Entah apa yang terjadi, hasil penjelasan Ibu saya yang mengambil Laporan Hasil Belajar atau biasa kita sebut rapot mengatakan bahwa terjadi perdebatan alot namun berakhir dengan masuknya saya di jurusan IPA. Tuhan tidak diam saat itu, saya diberikan kemampuan untuk mengikuti pelajaran dengan cukup baik walau remedial ujian saya ikuti, tapi toh hasil Ujian Nasional saya memuaskan dan mampu mengantarkan saya ke Perguruan Tinggi Negeri.
Kejadian luar biasa juga terjadi pada saat saya mengikuti test ujian masuk nasional PTN, saya yang memilih Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pertanian lalu memutuskan untuk tidak terbebani untuk masuk ke FKM karena saya pilih sebagai pilihan pertama. Saya mengerjakan apa yang saya suka seingat saya soal Fisika hanya 3 yang saya jawab. Tidak pasrah namun tidak juga terlalu memilih masuk Pertanian ketika saya melihat pengumuman saya berhasil masuk dan menjadi bagian dari 80 orang dari ratusan calon mahasiswa.